“Si berak ini kan masih aja like-like foto cewek lain!” Gerutu Wati sambil menatap layar handphone-nya. Wati sedang kesal karena Dedi, kekasihnya kedapatan like foto wanita lain yang dia lihat di Instagram-nya.
“Meong…” Kucingnya, Mao ikut berkomentar.
“Iya, nyebelin memang. Ah, sudahlah…” Ujarnya sambil mengelus-ngelus Mao.
Kali ini Wati pindah menatap laptop-nya dan memainkan sebuah lagu yang baru saja dia download secara ilegal.
“Meong…”
“Enggak tahu, ini band post-punk baru nih. Namanya WALL. Ini debut mini album mereka. Penasaran pengen dengerin.”
Lagu pertama yang berjudul ‘Cuban Cigars’ pun dimulai.
“Hmm. Permainan gitarnya enak banget. Sepertinya lumayan sih ini,” ujar Wati sambil memperhatikan laptopnya. “Ya, semacam generasi penerus Mission of Burma atau Pink Flag lah.”
“Meong…”
“Ada aura Bikini Kill juga sih. Liriknya juga menarik, sebuah kritik terhadap babi-babi berdasi. Sepertinya anak-anak bakalan suka,” ujarnya. Anak-anak yang Wati maksud adalah kawan-kawannya di Serikat Buruh tempat ia sering menyalurkan aspirasinya perihal ketidakadilan terhadap kaum buruh.
Lagu terus mengalun kencang dari speaker yang Dedi belikan untuk Wati.
“Ini rasanya seperti Patti Smith jadi vokalis Wire,” Ujar Wati saat lagu ‘Fit The Part’ dimulai. “Menarik sih. Tapi di beberapa part terasa monoton. Permainan gitarnya adalah yang paling menonjol. Tapi sayang, mereka tidak memberikan sesuatu yang baru selain permainan liriknya yang brilian. Sudah ada Shopping yang bermain dengan musik seperti ini.”
“Meong…”
“Ya. Semoga di rilisan mereka selanjutnya, mereka bisa memberikan sesuatu yang lebih menarik dari ini”
“Meong…”
“Rating-nya? 7.1/10 lah.
“Meong…”
“Iya…”
Wati menggendong Mao menuju pojokan kamar dan memberinya makan.
“Meong…”